DUA POLA PIKIR

Pikiran mempunyai pola. Dan pola itu menentukan pemaknaan kita terhadap situasi hidup, bahkan kemudian juga memandu respons kita akan segala peristiwa yang hadir dalam hidup. Lalu sebagian orang menjadi optimis, sebagian lagi menjadi pesimis. Sebagian orang menikmati sukses, sebagian lagi terus berkutat dengan kiat-kiat meraih sukses. Sebagian orang menjadi intelektual, sebagian lagi miskin pengetahuan. Sebagian menjadi orang-orang paling kaya, sebagian lagi sibuk dengan upah minimum regional. Sebagian orang berbadan subur, sebagian lagi kurus kering. Sebagian orang merasa rendah diri, sebagian lagi nampak sangat percaya diri. Sebagian orang pandai berkomunikasi, sebagian lagi gagap mengelola informasi. Sebagian orang jadi pengusaha, sebagian lagi menjadi pegawai. Dan mengapa semua perbedaan itu ada? Salah satu jawabannya adalah karena perbedaan pola pikir. Ada variasi pola pikir dalam masyarakat. Setiap pola pikir menggerakkan perilaku tertentu. Sementara setiap perilaku memberikan konsekuensi tertentu.

Disini kita diingatkan, tiap orang bebas memikirkan hal yang mau dipikirkannya. Namun ia terikat kepada konsekuensi yang dimunculkan dari pikiran tersebut. Setiap orang bebas memilih perilaku atau tindakan yang akan diambilnya dalam kehidupan sehari-hari. Namun ia terikat pada konsekuensi yang diakibatkan oleh perilaku yang telah dipilihnya secara bebas itu. Jadi kita bebas memilih, sekaligus terikat konsekuensi. Luar biasa.


Sekarang, mari kita bertanya dari mana pola pikir itu kita peroleh? Apakah ia telah ada begitu saja ketika kita dilahirkan? Apakah ia merupakan sesuatu yang diwariskan oleh orangtua kita? Atau kita sendirikah yang membentuknya? Bagaimana pengaruh lingkungan hidup sekitar? Mungkinkah seseorang memiliki pola pikir yang berbeda dengan pola pikir dominan yang ada di lingkungan dimana ia dibesarkan? Mungkin sebuah negeri yang penuh dengan koruptor, melahirkan orang-orang yang anti-korupsi? Mungkinkah sebuah kaum yang didominasi orang-orang tercela, melahirkan orang-orang suci? Bisakah di kalangan bandit muncul ulama atau pendeta? Dan di kalangan santri atau rohaniawan, muncul penjahat-penjahat tak bermoral? Dapatkah anak pengusaha menjadi pegawai, dan anak pegawai menjadi pengusaha? Bagaimana bisa? Mengapa tidak bisa?

Seorang kawan menggurui saya dengan mengatakan bahwa pola pikir dibentuk lewat proses pengasuhan. Sampai usia 3 tahun pertama, seorang anak manusia boleh dikatakan ”menelan” semua perlakuan yang diterimanya, dan menyimpannya dalam memori otak. Lalu 5 tahun berikutnya ia juga masih lahap menelan sebagian besar (tidak semua) hal yang masuk melalui panca indranya. Dan sampai diusia sekitar 13 tahun barulah terbentuk semacam filter dalam pikirannya. Dengan filter itu ia menyaring segala peristiwa yang masuk ke dalam pikirannya. Dengan filter itu juga ia memberi makna pada setiap peristiwa yang dialami oleh inderanya (visual-auditori-kinestetik-gustatori-olfactori). Ia mulai bisa berpikir untuk memilih dan memilah-milah secara sadar. Dengan kata lain, pola pikir dibentuk lewat proses pembelajaran untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia utuh.

Masalahnya, pola pikir ini kemudian menghadapkan setiap orang kepada pilihan untuk mempercayai apakah kemampuan seseorang itu bersifat tetap dan permanen (setelah usia tertentu) atau selalu tumbuh dan berkembang (sampai usia berapapun). Jika pola pikir bersifat tetap, maka yang diperlukan hanyalah pembuktian diri. Namun, jika pola pikir itu sendiri dapat terus dikembangkan melalui proses pembelajaran, maka tidak jelas batas kemampuan (atau kecerdasan) seorang anak manusia sepanjang ia masih terus belajar mengembangkan dirinya.

Konsekuensi bahwa pola pikir tetap versus pola pikir berkembang mengingatkan kita akan perseteruan pandangan mengenai apakah kecerdasan bersifat tetap atau berkembang dengan pengalaman dan perlakuan. Apakah kecerdasan bersifat genetis atau karena pengkondisian lingkungan. Orang cerdas itu karena bawaan (nature) atau hasil binaan (nurture). Orang cerdas karena bakatnya atau karena usahanya yang terus menerus.

Kita bersyukur bahwa dewasa ini perseteruan pandangan seperti di atas sudah dapat kita sikapi secara lebih baik. Kita, misalnya, dapat mengutip pernyataan ilmuwan ahli saraf terkemuka Gilbert Gottlieb, bahwa sebenarnya gen atau bakat dan lingkungan tidak saja bekerja sama seiring dengan perkembangan kita, tetapi gen atau bakat juga membutuhkan masukan dari lingkungan untuk dapat bekerja secara tepat. Kita juga dapat mengingat kembali pernyataan Alfred Binet—sang pencipta tes IQ yang terkenal itu—bahwa orang yang pada awalnya paling cerdas tidak selalu menjadi yang paling cerdas pada akhirnya. ”Dengan praktik, pelatihan, dan yang terpenting, metode yang tepat, kita dapat meningkatkan perhatian, memori kita, penilaian kita, dan, tentu saja, menjadi lebih cerdas dari sebeumnya,” kata Binet dalam Modern Ideas About Children.

Disamping Gottlieb dan Binet, nama Robert Sternberg juga perlu disebut. Guru kecerdasan mutakhir yang satu ini pernah menulis bahwa faktor terpenting yang menentukan seseorang mencapai keahlian/kompetensi tertentu ”bukanlah kemampuan yang sudah melekat sebelumnya, tetapi pergulatan dengan maksud yang jelas”. Maksud yang jelas, visi dan pandangan jangka panjang yang kuat, motivasi yang kokoh, persistensi dan determinasi bulat, dalam banyak kasus memang mengubah manusia dari kondisi ”tidak bisa” menjadi ”bisa”; dari kondisi ”tidak mampu” menjadi ”berkemampuan”; dari kondisi ”biasa” menjadi ”luar biasa”.

Melalui paparan sederhana di atas, saya mencoba mengingatkan pembaca bahwa ada dua pilihan fundamental dalam soal pola pikir: tetap (fixed) atau berkembang (growth). Dan pola pikir mana yang Anda terima (adopsi) untuk diri Anda sangatlah mempengaruhi cara Anda mengarahkan kehidupan. Anda bebas memilih, tetapi Anda terikat konsekuensi dari pilihan tersebut. Pola pikir. Pikiran mempunyai pola. Sungguh luar biasa!

Andrias Harefa

Pembelajar Mindset Transformation



selengkapnya..

FORMASI V


Pernah perhatikan angsa di daerah bermusim empat yang selalu terbang ke selatan ketika musim dingin? Mereka menggunakan formasi V. Ada angsa yang terbang paling depan dan di belakang angsa itu ada dua angsa dan di belakang masing-masing dari dua angsa tersebut ada satu ekor angsa dan terus sampai ke belakang. Biasanya jumlah angsa tersebut sampai 11 ekor dan membentuk huruf V.
Mengapa demikian? Kepak sayap dari angsa yang di depan akan mengelevasi angsa yang di belakangnya. Begitu juga dengan angsa di baris kedua, walaupun mengepakkan sayap dengan tenaga yang lebih ringan tetap saja akan dapat mengelevasi angsa di baris berikutnya. Ini mengakibatkan angsa yang paling belakang sama sekali tidak perlu mengepakkan sayap. Dia hanya perlu merentangkan sayap selebar mungkin untuk mendapatkan daya elevasi dan sayapnya yang aerodinamis tadi akan tetap membuatnya terbang.
Itu berarti semakin ke belakang maka akan semakin ringan beban untuk terbang. Ketika angsa terdepan mulai mengalami kelelahan maka dia akan menurunkan ketinggian terbangnya sehingga formasi itu melewatinya. Ketika itu pula salah satu dari dua angsa yang di belakangnya akan terbang lebih cepat untuk menjadi angsa terdepan. Barisan itu pun akan maju sehingga angsa yang terbang rendah tadi dapat masuk menjadi angsa paling belakang dari barisan itu.

Dengan demikian mereka dapat terbang cukup lama tanpa harus beristirahat. Mungkin ketika malam sudah terlalu larut saja mereka akan beristirahat untuk mengumpulkan tenaga yang akan mereka gunakan esok hari.
Pernahkah Anda menyadari bagaimana bila mereka terbang sendiri? Mungkin mereka akan terlalu lama berada di wilayah yang empat musim dan ketika salju mulai turun mereka belum sampai di selatan. Atau bahkan mereka sudah mati kelelahan karena tidak ada yang membantu.
Begitu pula dengan bisnis. Ketika seseorang hanya berbisnis sendiri maka dia harus berusaha sendiri. Mulai dari pembiayaan, pencarian sumber daya, pengolahan hingga pendistribusian dilakukan sendiri. Anda pasti akan kelelahan.
Belum lagi bila bisnis yang Anda masuki adalah bisnis yang diminati oleh banyak orang karena menghasilkan margin laba yang cukup tinggi. Anda akan benar-benar kelelahan, karena Anda juga harus sendirian berhadapan dengan kompetitor.
Seorang teman saya berbisnis garmen di Meulaboh. Sekedar informasi kepada Anda yang mungkin belum tahu, Meulaboh berada di pantai barat pulau Sumatra dan berada di wilayah Provinsi Naggroe Aceh Darussalam. Wilayah tersebut merupakan wilayah yang paling parah ketika ada bencana tsunami.
Tentu saja hal itu juga terjadi pada teman saya. Bukan hanya tokonya tetapi juga seluruh barang dagang yang ada juga habis dilanda tsunami. Dengan nilai persediaan hampir satu miliar rupiah habis. Memang tidak semua dari barang tersebut yang dia beli putus, tetapi tetap saja berarti dia berutang senilai tersebut tetapi tidak ada barang yang dapat dijual untuk membayar utang itu.
Mari kita lewatkan kesedihan ketika dia belum menemukan anggota keluarganya yang hilang. Mari kita bicara bisnis saja. Bagaimana cara membayar utang?
Ternyata seluruh pemasok barang dagangan tadi ketika dihubungi malah menyemangati teman saya itu. Mereka bilang, jangan patah, coba saja lagi usahakan lokasi toko yang baru, andai masih ingin buka toko di sana, juga silakan. Mereka bahkan bersedia mengirimkan barang senilai yang diinginkan teman saya itu.
Mulailah dia berusaha kembali dari nol, dari modal pinjaman yang sekarang sudah jauh melampaui nilai satu miliar rupiah. Memang teman-temannya tidak memberi penghapusan piutang, tetapi memberikan tambahan barang dagangan.
Apa yang terjadi kemudian? Setelah satu tahun lebih dia mulai kembali berusaha, maka seluruh utangnya yang lenyap dibantai tsunami sudah terbayar semua. Begitu pula utang yang timbul sejak dia mulai usaha lagi, pascatsunami pun telah terbayar. Kehidupan sudah normal lagi.
Sudah baca tulisan berjudul “Instrumen Orang Kaya” yang dimuat di Pembelajar.com dan di buku bisnis Kacamata Kuda? Saya ada bicara tentang bagaimana bila Anda merasa bahwa pasar sudah mulai terbatas dan terlihat mulai jenuh. Saya memberi saran agar membuat pasar, lengkapnya Anda baca saja dari tulisan tersebut.
Hal yang saya maksud di tulisan itu terbukti dengan pengalaman teman saya tadi. Karena teman-teman yang memiliki produk tetap mendukung dengan terus mengirimkan produk walaupun berarti utangnya bertambah, mereka tetap tenang. Karena mereka percaya bahwa dalam waktu dekat teman saya itu akan terus berusaha sampai mampu membayar semua utang dan dapat berdiri sendiri.
Tidakkah Anda belajar dari angsa? Tidakkah Anda belajar dari Purdi E Chandra dengan rumus MODOL-nya? Purdi menyatakan bahwa bisnis akan lebih mudah bila dengan MOdal Dari Orang Lain. Ketika Anda punya kemampuan berbisnis tetapi tidak memiliki modal untuk memulai usaha, maka MODOL.
Tetapi bagaimana bisa MODOL bila Anda tidak mempunyai kenalan? Itu berarti modal paling besar bagi Anda adalah kenalan, dan bangunlah networking.[as]
Oleh: Ardian Syam

selengkapnya..

UBAH DIRI KITA DULU


Ada sebuah cerita yang inspiratif, yang bisa menjadikan hidup kita lebih bermakna. silahkan menyimak….Saat renovasi rumah, si empunya rumah sudah merencanakan memasang sebuah lukisan potret keluarga di ruang tamu yang telah ditatanya dengan indah. Lukisan itu telah dipesan melalui seorang seniman pelukis wajah yang terkenal dengan harga yang tidak murah. Tetapi, saat lukisan itu tiba di rumah dan hendak dipasang, dia merasa tidak puas dengan hasil lukisan dan meminta si pelukis merevisiya sesuai dengan gambar yang dibayangkan.

Apa daya, setelah diperbaiki hingga ketiga kalinya, tetap saja ada sesuatu yang tidak disukai pada lukisan tersebut sehingga setiap si pemilik rumah melintas ruang tamu, selalu timbul ketidakpuasan dan kekecewaan. Itu sangatlah mengganggu pikirannya. Menjadikan dirinya tidak senang, uring-uringan, jengkel, kecewa dan sebal dengan ruang tamunya yang indah itu. Semua gara-gara sebuah lukisan!

Suatu hari, datang bertamu satu keluarga sahabat ke rumah itu. Sahabat ini termasuk pengamat seni yang disegani di lingkungannya. Saat memasuki ruang tamu—setelah bertukar sapa begitu akrab dengan tuan rumah—tiba-tiba mereka bersamaan terdiam di depan lukisan potret keluarga itu. Si tuan rumah buru-buru menyela, “Teman, tolong jangan dipelototi begitu, dong. Aku tahu, lukisan itu tidak seindah seperti yang aku mau, tetapi setelah di revisi beberapa kali jadinya seperti itu, ya udah lah, mau apalagi?”

“Lho, apa yang salah dengan lukisan ini? Lukisan ini bagus sekali, sungguh aku tidak sekedar memuji. Si pelukis bisa melihat karakter objek yang dilukisnya dan menuangkan dengan baik di atas kanvas, perpaduan warna di latar belakangnya juga mampu mendukung lukisan utamanya. Betul kan, Bu?” tanyanya sambil menoleh kepada istrinya.

“Iya, lukisan ini indah dan berkarakter. Jarang-jarang kami melihat karya yang cantik seperti ini. Kamu sungguh beruntung memilikinya,” si istri menambahkan dengan bersemangat. Kemudian, mereka pun asyik terlibat diskusi tentang lukisan itu.


Setelah kejadian itu, setiap melintas di ruang tamu dan melihat lukisan potret keluarga itu, dia tersenyum sendiri teringat obrolan dengan sahabatnya. Kejengkelan dan kemarahannya telah lenyap tak berbekas.

Jika sebuah lukisan tidak bisa diubah atau banyak hal lain di luar diri kita yang tidak mampu kita ubah sesuai dengan keinginan kita atau selera kita, maka tidak perlu menyalahkan keadaan! Karena sesungguhnya, belum tentu lukisan atau keadaan luar yang bermasalah, tetapi cara pandang kitalah yang berbeda. Jika kita tidak ingin kehilangan kebahagiaan maka kita harus berusaha menerima perbedaan yang ada.

selengkapnya..
 

Mengenai Saya

Foto saya
AKU ADALAH SEORANG PENGEMBARA KATA-KATA