Awareness


Seorang lelaki pada suatu hari menemukan sebuah telur burung rajawali dan dia meletakkan telur itu bersama dengan telur-telur ayam di sarang seekor induk ayam peliharaan yang sedang mengeram. Telur itu menetas bersama telur ayam yang lain, dan anak burung itu tumbuh bersama anak-anak ayam diasuh oleh induk ayam itu.

Selama hidupnya burung rajawali itu bertingkah laku seperti ayam, dan menganggap dirinya ayam peliharaan. Dia mengais tanah untuk mencari cacing dan serangga. Dia berkotek dan berkokok. Dia akan mengepak-ngepakkan sayapnya dan terbang beberapa meter di udara.

Tahun berlalu dan burung rajawali itu menjadi tua. Suatu hari dia melihat seekor burung yang sangat gagah terbang di angkasa yang tak berawan. Burung itu melayang dengan anggun dan berwibawa dalam hembusan angin yang kuat, dia hanya membentangkan sayapnya dan jarang sekali menggerakkan sayapnya itu.

Rajawali tua itu terpesona memandang ke atas. ” Siapakah itu?”, tanyanya.
” Itu adalah burung rajawali, raja dari segala burung,” kata ayam yang ada didekatnya. ” Dia penghuni langit dan kita penghuni bumi, kita adalah ayam.” Demikianlah rajawali itu hidup terus dan mati sebagai seekor ayam, karena begitulah anggapan tentang dirinya. (Anthony de Mello, S.J)


Demikan pula kita seringkali tidak menyadari potensi terbaik atau talenta yang ada pada kita. Jika kita dapat mengenali dan menemukan talenta tersebut, yang perlu kita lakukan adalah senantiasa terus menerus mengembangkan talenta tersebut melalui proses pembelajaran terus menerus (continuous learning) dan berlatih dengan keras sampai kita mencapai consistent, near-perfect performance.

Kalau kita membaca cerita diatas cukup banyak dari kita yang bernasib seperti rajawali tersebut. kita seringkali dininabobokkan oleh kemapanan yang semu, sering lingkungan kita membuat potensi kita tidak muncul atau kurang mendapatkan tempat, sehingga kita hanya menjadi seperti yang dibilang orang, bukan menjadi diri kita dengan segala potensi yang kita miliki. Mari bersama melalui blog ini kita berupaya untuk menjadi diri kita sendiri.

selengkapnya..



Cinta sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui namun pada apa yang telah dikerjakan tapi tidak diketahui. Kisah pengorbanan ibu adalah wujud sebuah cinta sejati yang tidak bisa dinilai dan digantikan dengan apapun. Inilah makna sesungguhnya dari sebuah cinta yang murni, cinta seorang ibu kepada anaknya tanpa pamrih.

Mari tebarkan cinta dengan ketulusan dan keiklasan, kita akan menemukan kebahagiaan sejati.

(Andrie Wongso)


Begitu banyak pengorbanan yang telah ibu lakukan selama ini dengan tanpa pamrih, sebuah cinta yang luar biasa. namun seringkali kita melupakan itu, kita begitu sering membuat Ibu kita menangis serta bersedih mendengar perilaku kita. tiada ibu yang pingin anaknya terlantar tidak bisa makan, banyak ibu-ibu yang kuat , mereka berjuang dengan segala upaya untuk bisa memberikan terbaik bagi anak dan keluarga. begitu banyak ibu-ibu yang berjuang tanpa pamrih dan tidak kita ketahui telah banyak memberikan kontribusi akan perkembangan kehidupan kita. jadi tidak ada yang patut kita ucapkan pada IBU-IBU YANG HEBAT. Kami berupaya segenap hati , untuk bisa memberikan kebahagian yang sejati bagi IBU-IBU ku, dengan berupaya memberikan yang terbaik bagi dunia ini.

Selamat Hari Ibu

selengkapnya..

Membuat Hidup Kita akan Lebih Bermakna?

Mencapai kehidupan bermakna itu tidak perlu menunggu perubahan nasib atau realitas. Kenapa? Karena makna itu urusan batin dan itu kita yang menciptakan. Makna itu tidak diciptakan oleh kehidupan atau lingkungan. Kitalah yang diberi hak untuk menciptakan makna atas kehidupan. Apa itu makna? Makna adalah pemahaman tertentu yang kita ciptakan terhadap diri sendiri, orang lain, dan kehidupan. Karena kita yang menciptakan, maka sifatnya pilihan.
Dua orang yang berbeda ditempatkan di tempat yang sama akan sangat mungkin memiliki makna hidup yang berbeda. Yang satu bilang, betapa besarnya nikmat Tuhan yang diberikan kepadanya dengan pekerjaan saat ini. Sudah mendapatkan gaji, status, fasilitas untuk berkembang, teman kerja, keluarga yang sehat-sehat, dan lain-lain. Tapi yang satu lagi mungkin tidak. Pekerjaannya saat ini, yang dulu ia cari-cari, adalah neraka dunia. Pasangan dan anak-anak adalah beban.
Jadi, semua orang di dunia ini sebetulnya telah menciptakan makna tertentu di dalam batinnya atas hidupnya. Bedanya, ada yang positif dan ada yang negatif. Makna positif akan membuat batin positif. Batin yang positif akan membuat langkah kita digerakkan oleh energi positif. Sebaliknya, makna negatif akan membuat batin negatif.


Selain itu, ada juga orang yang kurang mempertegas makna dalam hidupnya. Teori motivasi menyebutnya dengan istilah kehampaan (feeling empty): tidak positif dan tidak negatif pula. Kehampaan ini kerap memunculkan dua penyimpangan. Kalau orang itu bertipe agresif dan mendapatkan dukungan eksternal yang pas (kekuasaan, jabatan, dll), dia akan menjadi orang rakus. Kerakusan timbul akibat kehampaan di dalam diri atau oleh rasa takut. Sedangkan kalau orang itu bertipe pasif atau tidak mendapatkan dukungan, kehampaan bisa mengakibatkan keminderan dan apatisme terhadap berbagai macam harapan kemajuan.
Kapankah kita hidup kita akan lebih bermakna?
Pertama, kehidupan bermakna adalah kehidupan yang dinamis, progresif, dan konstruktif. Dasarnya adalah berpikir positif, bersikap positif dan bertindak positif. Jadi, kehidupan kita akan lebih bermakna apabila kita sanggup berpedoman pada sebanyak mungkin filsafat hidup yang positif atau mencerahkan. Memaknai tugas sebagai tantangan akan lebih positif ketimbang memaknainya sebagai tekanan.
Kedua, apabila kita memiliki tujuan-tujuan positif yang terus kita perjuangkan untuk mencapai hierarki prestasi yang lebih tinggi dan lebih bermanfaat. Orang yang bekerja hanya untuk uang semata dengan orang yang bekerja untuk uang, aktualisasi-diri, kesejahteraan keluarga, ibadah, dan seterusnya, pasti akan beda. Meskipun sama-sama kerjanya dan sama-sama mendapatkan uangnya, tapi maknanya beda. Jadi, list-lah sebanyak mungkin tujuan positif dari satu aktivitas positif. Toh kita tidak rugi bahkan malah untung.

Ketiga, kehidupan kita akan lebih bermakna ketika kita sanggup mengekspresikan energi cinta untuk orang-orang yang kita cintai atau pekerjaan yang kita cintai. Anak, pasangan, keluarga, orangtua, kekasih, kelompok masyarakat tertentu yang kita bina adalah sumber makna hidup bagi orang yang mampu mengekspresikan cintanya. Begitu juga dengan pekerjaan atau profesi tertentu yang sanggup kita cintai. Seorang yang berjiwa guru akan merasa hidupnya lebih bermakha apabila energi cintanya tersalurkan untuk mengajar. Orangtua akan merasa hidupnya lebih bermakna apabila sanggup menyalurkan energi cintanya untuk anak-anak atau pasangan yang tersayang.
Selanjutnya, kehidupan akan lebih bermakna apabila kita sanggup mentransformasikan berbagai kemalangan, kepahitan, dan penderitaan yang kita alami, baik yang kecil atau yang besar, ke dalam berbagai bentuk ‘pelampiasan’ yang positif dan untuk orang banyak. Misalnya saja, menulis, terlibat dalam lembaga sosial, dan lain-lain. Betapa bermaknanya hidup sebuah keluarga yang sanggup membebaskan putranya dari jeratan narkoba lalu membagikan pengalaman ini kepada orang banyak. Semoga bermanfaat.

selengkapnya..

Energi suara hati



Kisah sukses itu memperlihatkan suatu kesamaan: terasahnya kecerdasan spiritual menjadi sumber kekuatan luar biasa penggerak bisnis mereka.
Perlu ditekankan di sini bahwa spiritualitas, sebagaimana diperkenalkan dalam pelatihan Emotional Spiritual Quotion (ESQ), tidak mesti berkaitan langsung dengan agama. Kecerdasan spiritual itu dipandang sebagai potensi yang secara universal dimiliki oleh setiap manusia.
Dalam Model ESQ, yang bersumber dari konsep Satu Ihsan, Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam (165), potensi kecerdasan spiritual itu diyakini sebagai pantulan sifat-sifat unggul yang terpancar dari Nama-Nama Allah SWT (Asmaul Husna). Potensi itu terpantul melalui ruh yang ditiupkan kepada setiap manusia. Tugas manusialah untuk mengasahnya agar teraktualisasi menjadi energi.
Model ESQ adalah sebuah ikhtiar untuk menguraikan dan mengasah potensi-potensi itu, dengan mengidentifikasi tujuh dari 99 Asmaul Husna. Ketujuh potensi atau suara hati, yang kami sebut Tujuh Budi Utama (Jujur, Tanggung jawab, Visioner, Disiplin, Kerja sama, Adil dan Peduli) itu menjadi pijakan awal untuk mengenali jati diri; betapa manusia sesungguhnya memiliki potensi yang kaya.
Simaklah bagaimana kisah Infosys Technologies yang dibangun Narayana Murthy bersama enam rekannya, dari modal uang tabungan 10.000 rupee (US$250) pada 1981 menjadi imperium bisnis berpendapatan US$3 miliar (2007).


Ini tidak akan terjadi andai pada musim dingin 1990 mereka takluk dalam suramnya iklim bisnis, lalu puas dengan tawaran pembeli sebesar US$1 juta. Murthy berhasil meyakinkan rekan-rekannya bahwa bisnis mereka bernilai lebih dari sekadar uang. Sikap saling percaya dan kerja sama yang mereka bangun dalam satu visi yang sangat kuat adalah bentuk aktualisasi diri dan ajang untuk menghasilkan karya yang tidak hanya untuk dinikmati sendiri, tapi juga oleh sesama. Itu sebabnya, Murthy dan kawan-kawan peduli pada kepentingan 75.000 karyawan, memberi mereka hak membeli saham (stock option).
Kerja keras Lee Byung-chul dalam membesarkan gurita bisnis Samsung Group pun mengajarkan tentang kemenangan suara hati. Lee, yang wafat pada 19 November 1987, tidak semata-mata mewariskan perusahaan raksasa global di bidang elektronik dan semikonduktor, melainkan juga (yang lebih penting) kultur korporat yang tahan terhadap segala cuaca.
Menurut Presiden dan CEO Samsung Electronics, Dr. Hwang Chang-gyu, Lee mewariskan filosofi yang menekankan inovasi sebagai nyawa perusahaan. Ketika satu tujuan tercapai, itu berarti awal menetapkan tujuan baru. Orang-orang Samsung diibaratkannya seperti kaum nomad, yang terus mengembara mencari temuan-temuan baru. Semua itu membutuhkan visi yang kuat, pengabdian (tanggung jawab) atas misi, kedisiplinan, kerapian kerja sama, dan seterusnya.
3 Kebahagiaan
Imperium otomotif legendaris Jepang, Honda, tumbuh dengan filosofi Soichiro Honda, seorang pebisnis yang merangkak dari bawah, melalui badai demi badai kegagalan. Menghormati Individu dan Tiga Kebahagiaan, demikian rumusan filosofi yang diuraikan dalam misi dan visi korporat Honda Motor Company.
Menghormati Individu berarti yakin akan kemampuan unik manusia, dan menentukan hubungan perusahaan dengan rekanan, pelanggan, penyalur, dan masyarakat. Honda meyakini bahwa setiap orang yang terlibat dalam proses pembelian, penjualan atau menciptakan produk harus menerima perasaan bahagia dari pengalaman.
Tiga kebahagiaan yang dimaksud itu adalah, kebahagiaan memproduksi, kebahagiaan menjual dan kebahagiaan membeli. Itu artinya, kebahagiaan yang diharapkan ada pada diri setiap orang Honda bukan semata-mata kebahagiaan mendapatkan sesuatu, tapi juga (dan yang terpenting) kebahagiaan memberikan sesuatu yang terbaik.
Dari situ lahir komitmen dan pengabdian yang tak bisa ditukar atau dikompromikan dengan apa pun. Inilah yang dinamakan komitmen spiritual. Seseorang melakukan suatu pekerjaan tidak semata-mata karena mengharapkan imbalan (komitmen intelektual/material), karena ikatan, hubungan atau dorongan emosi tertentu (komitmen emosional), tapi dia melakukannya demi kebahagiaan mengerjakan sesuatu dan memberikan sesuatu.
Bagi kalangan bisnis, tuntutan akan komitmen semacam itu tidak hanya muncul dari kebutuhan internal. Di Barat, kini bergulir suatu kecenderungan menguatnya kesadaran konsumen. Patricia Aburdene, dalam buku Megatrends 2010: The Rise of Conscious Capitalism, mengutip laporan The New York Times bahwa sampai tahun 2000, pasar untuk values-driven commerce, telah mencapai US$230 miliar.
Angka itu terus tumbuh dua digit setiap tahun. Ceruk pasar yang dirujuk dalam laporan itu adalah masyarakat konsumen dengan kesadaran memilih produsen atau perusahaan yang memerhatikan tanggung jawabnya pada kepentingan stakeholder, termasuk konsumen dan lingkungan.
Majalah Fortune pada Oktober 2006 mencatat, sekitar satu dari setiap 10 dolar aset di bawah manajemen investasi di Amerika Serikat (US$2,3 triliun dari US$24 triliun) diinvestasikan ke perusahaan-perusahaan yang tinggi tingkat tanggung jawab sosialnya. Ini ditafsirkan sebagai isyarat bahwa perusahaan-perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial akan mengungguli perusahaan yang tidak.
Indikasi itu telah muncul dalam edisi Maret/April 2002 majalah Business Ethics: perusahaan yang masuk daftar 100 Best Corporate Citizens secara keseluruhan memiliki kinerja di atas perusahaan-perusahaan lain dalam daftar S&P 500.
Maka, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa, secara alamiah, mau tidak mau praktik bisnis akan selalu tergiring untuk kembali kepada nilai-nilai dasar universal, kepada suara hati manusia.
oleh : Ary Ginanjar Agustian

selengkapnya..

Togog Menggugat Para “Dewa”


Dalam sebuah penampilan wayang kulit yang di dalangi oleh seorang dalang yang cukup terkenal. Namun ada kejadian aneh pada saat pementasan yang mengharuskan tokoh wayang yang identik dengan kejelekan, keburukan, kerakusan, keserakahan, tapi juga sebenarnya juga dewa “menghilang”, tokoh itu adalah Togog. Perwatakan keburukan tokoh ini sudah nampak dari bentuk fisik yang buruk. Saat sang dalang meminta togog keluar ternyata togog ‘mbalelo’, dia pilih lari dari pementasan tersebut. Hingga sang dalang kebingungan mencarinya, namun oleh tokoh wayang yang identik dengan pengayom para pendawa sebagai pelambang kebenaran, tokoh tersebut adalah Ki Semar. Menunjukkan pada dalang bahwa Togog sedang ngumpet ke kamarnya tidak mau pentas malam ini. Oleh Ki dalang Semar di minta merayu togog untuk keluar, karena penonton sudah tidak sabar menunggu togog keluar, selain Ki dalang takut nantinya penonton demotrasi. Ki Dalang takut nanti ada kerusuhan, dan ujung-ujungnya Ki Dalang tidak dapat bayaran.
Namun walaupun Ki dalang sudah mengutus juru rayunya Semar dan di Tambah Kresno, tetapi Togog tetap tidak mau keluar. Dalam negoesasi togog sempat mengeluarkan option, “Togog mau keluar kalau nantinya dalam pementasan peran togog tidak identik dengan keburukan dan kebatilan. Ia ingin berperan sebagai juru selamat dunia, karena ia ingin berbuat baik bagi manusia dunia, ia ingin menjadi penasehat Pandawa, ingin menyembarkan kedamaian pada seluruh dunia pewayangan. Ia ingin menyerukan pada Pandawa dan Kurawa bahwa mereka di ciptakan sebagai saudara dan untuk berbuat baik, tidak perlu berebut kekuasaan yang akhirnya menimbulkan korban”. Option itu di sampaikan pada Semar dan Kresna agar di sampaikan pada Ki Dalang. Kalau tidak disepakati ia akan tetap tidak mau keluar, sebab ia sudah bosan menjadi tokoh yang tugasnya menghasut, mengadu domba, dan membuat kerusakan di muka bumi. Ia ingin berbuat yang lain dalam dunia ini. Ia ingin berkarya sebelum ajal menjemputnya.

Dalam negoisasi yang a lot, akhir Semar dan Kresna membawa option Togog untuk di sampaikan pada Ki Dalang. Walaupun Semar dan Kresna merasa option Togog tidak mungkin di kabulkan, sebab itu merusak pakem, melawan kodrat, melawan takdir sang Dewa. Tapi Semar dan Kresna tetap menjujung tinggi pendapat si Togog, karena mereka hanyalah sebagai tim lobi saja, masalah keputusannya bagaimana itu terserah pada Ki Dalang sebagai yang berhak memutuskan kebijakan.
Akhirnya Semar dan Kresna menghadap Ki Dalang mengutarakan option yang di sampaikan Togog. Mendengar itu Ki Dalang “Muntap” bagaikan kejatuhan meteor dari kahyangan. Sebab tidak mungkin option Togog itu di kabulkan. Kalau option itu di kabulkan maka bisa di artikan sebagai sikap ‘mbalelo’ pada Dewa. Dan itu berarti bisa di katakan sebagai Kiamat bagi dunia pewayangan.
Ki Dalang bingung menghadapi option Togog. Agar penonton tidak demontrasi maka Ki Dalang minta izin untuk Ke-Kahyangan menghadap menghadap Batara Guru untuk meminta rekomendasi agar mengizinkan memainkan watak Tokoh Togog seperti option yang di sampaikan pada Semar dan Kresna walaupun dengan pesimis.
Ki dalang dengan di antar Narado menghadap Batara Guru dan menyampaikan permintaan Togog. Ki Dalang dengan memberikan argumen yang kuat agar Batara Guru mengizinkan Togog berperan sebagai tokoh yang baik dalam satu malam saja. Dan tentunya dengan alasan agar penonton tidak mendemo Ki Dalang. Batara Guru meminta pada Ki Dalang menunggu sebentar, Batara Guru akan merapatkan dengan staf “Kadewatan”. Maka Kahyangan geger dengan panggilan mendadak dari Batara Guru. Karena mulai dewa kematian serta dewa kehidupan di panggil, untuk melihat kemungkinan-kemungkinan keinginan Togog itu di kabulkan. Setelah mengadakan rapat yang cukup a lot, maka Batara Guru mengizinkan pada pementasan malam ini Togog menjadi tokoh kebaikan, tapi dengan syarat setelah pementasan surat izin mengdalang bagi Ki Dalang tersebut di cabut. Karena dengan mengizinkan permintaan Togog berarti telah memutarbalik perjalanan dunia pewayangan. Takutnya nanti di ikuti oleh tokoh wayang lain dan juga para dalang-dalang. Untuk itu juga agar tidak terjadi kerusuhan dan pertumpahan darah pada malam ini, intinya juga agar rakyat tidak menderita.
Kemudian setelah mengungkapkan hasil rapat dengan para dewa, Batara Guru, didampingi oleh Narado serta Ki Dalang mengadakan jumpa Press agar dunia pewayangan tidak terjadi gunjang-ganjing. Dalam jumpa press ini Batara Guru membacakan Surat Keputusan Para Dewa yang isinya mengizinkan Ki Dalang memerankan tokoh Togog sebagai tokoh kebaikan dan juru selamat dunia pewayangan.
Setelah jumpa press Ki Dalang turun ke bumi dan menemui Togog dengan membawa SK Para Dewa. Akhirnya Togog mau kembali ke pentas dengan melakonkan sikaf yang baik dan bijak, walaupun masih sering terpeleset dengan perwatakan keburukan yang dia tokoh selama ini, hingga mendarah daging.
Pementasan ini akhirnya semakin terkenal dan para Dewa semua menyempatkan diri untuk melihat Togog yang melakonkan kebaikan. Karena pementasan mengandung nilai sejarah dan momumental sebab tidak akan terulang lagi. Selain Para Dewa melihat bahwa sebenarnya dalam Naluri manusia itu ada secercah cahaya kebaikan, walaupun sekotor apapun watak dan perilaku seseorang.
Di akhir pementasan Ki Dalang juga mengadakan Jumpa Press akan keputusan Para Dewa bahwa dia harus mengundurkan diri sebagai Ki Dalang. Dihadapan penonton dan para wartawan mengutarakan ke-ikhlasannya mundur dari profesi Dalang dan akan menyepi, memantapkan perguatan wacana tentang kehidupan yang secara tidak langsung telah juga di lontarkan pada permintaan Togog, yang menunjukkan begitu mengdalamnya pemahaman Togog tentang kehidupan terutama tentang baik-buruk, hitam-putih. Ke-mbalelo-an Togog dalam pementasan malam ini, merupakan bahan reflesi para tokoh di dunia Pewayangan.

selengkapnya..

BENARKAH KITA SUNGGUH-SUNGGUH BELAJAR?


“Saya termasuk orang yang percaya bahwa bila kita mempelajari kebenaran dan tidak mengalami perubahan hidup, hanya ada dua kemungkinan: kita tidak sungguh-sungguh belajar atau yang kita pelajari bukan kebenaran.”
~ Andrias Harefa
Nasihat tersebut saya dapat dari sebuah buku pemberian seorang teman, belum lama ini. Cukup lama saya mencerna kata-kata dari Guru Andrias Harefa di atas. Berulang kali saya membacanya. Saya mengangguk-angguk, mengidentifikasikan adanya pemahaman atas kata-kata tersebut. Jika bisa saya mengajukan diri di antara deretan nama-nama yang telah mengalami perubahan hidup karena belajar, berarti bolehlah ditambahkan nama saya.
Ini serius. Begitu saya belajar dengan sungguh-sungguh, saya segera mengalami perubahan hidup. Berarti apa yang saya pelajari tersebut memang sebuah kebenaran. Buktinya, hal itu telah membuat hidup saya berubah. Dari pribadi yang tertutup, malu, gagap, dan minder karena dibesarkan dalam sebuah keluarga yang tidak kondusif, berubah menjadi pribadi yang terbuka dan percaya diri. Dari pribadi yang berpikir, “Saya tidak berharga, miskin, kumuh, pemulung, dan hanya pantas menjadi pembantu rumah tangga,” berubah menjadi, “Saya begitu berharga, selanjutnya terserah saya.” Kemudian saya membuat artikel, dibukukan, dan diundang untuk berbicara tentang motivasi, menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan, dan sharing pengalaman.


Mungkin kisah saya tidak jauh berbeda dengan cerita yang dituturkan oleh Brian Tracy dalam buku Change Your mind, Change Your Life sebagai berikut: Seorang wanita yang tertutup, takut, pemalu, dan rendah diri karena dibesarkan dalam keluarga yang tidak kondusif. Ketika mengalami amnesia karena kecelakaan, dia belajar tentang amnesia, membuat artikel tentang kondisinya, diundang untuk berbicara dalam sebuah konvensi kedokteran dengan membawakan makalah yang ditulisnya, menjawab berbagai pertanyaan, berbagi pengalaman serta ide-ide baru dalam bidang fungsi neurologis. Dia telah berubah menjadi pribadi yang percaya diri, positif, ramah, berpengetahuan luas dan pandai berkomunikasi.
Tidak jauh beda, bukan? He he he... Bedanya adalah, saya tidak mengalami amnesia. Tentang kondisi keluarga yang tidak kondusif, jika dia diperlakukan tidak adil dan selalu dikritik oleh kedua orangtuanya, saya merasa tidak aman karena berada di wilayah konflik yang berkepanjangan tanpa adanya niatan untuk gencatan senjata. Begitulah, sehingga timbul dampak yang sangat tidak diinginkan oleh pribadi manapun akibat kondisi yang tidak kondusif tersebut. Saya tidak bisa mengubah kedua orang ua saya, tetapi saya bisa mengubah diri saya sendiri dengan pribadi yang sekarang, mengasihi mereka, sehingga hidup menjadi indah. Semua karena saya belajar. Sungguh-sungguh belajar.
Ketika saya menjadi salah satu pembicara untuk motivasi menulis yang audiensnya adalah para guru, beberapa hari yang lalu, ada hal menarik yang ingin saya ceritakan di sini. Ribuan audiens yang hadir (mulanya diperkirakan yang akan hadir adalah ratusan orang) sangat antusias mengikuti seminar yang memilih tema “Menulis Karya Ilmiah dan Artikel Populer untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru”. Dengan menulis artikel di media massa, otomatis mereka, para guru golongan IV-A ke atas akan mendapatkan kenaikan jabatan atau naik pangkat setingkat lebih tinggi, apalagi menulis buku. Dengan menulis artikel atau karya tulis lainnya berarti keprofesionalan mereka diakui. Karena, “Tulisan, disadari atau tidak, adalah suatu pengakuan dan kepercayaan publik terhadap kompetensi penulisnya,” demikian kata Edy Zaqeus dalam bukunya yang berjudul Resep Cespleng Menulis Buku Bestseller Edisi Revisi.
Menarik, bukan? Apalagi menulis adalah keseharian mereka. Mereka bisa mengambil tema di mana saja seperti di koran, internet, dari diskusi, bahkan dari tingkah laku murid-muridnya. Dari segi motivasi, ilmu pengetahuan, minat baca, minat para siswa terhadap pelajaran-pelajaran matematika, bahasa Inggris, komputer dan lain-lain, sistem belajar-mengajar yang konon meluluskan siswa-siswa yang gagal di kehidupan, atau bagaimana seharusnya sistem belajar-mengajar yang bagus, kurikulum yang sangat memberatkan siswa, kurangnya pengendalian diri sehingga terjadi tawuran pelajar, kurangnya peran orangtua untuk memotivasi anaknya. Wah… masih banyak tema yang tidak bisa saya sebutkan satu-per satu di sini. Mereka juga bisa menulis artikel dengan tema yang sebelumnya sudah di tulis oleh orang lain. Sah-sah saja. Karena tiap orang adalah unik dan memiliki gaya penuturan sendiri-sendiri yang khas. Jika mereka seminggu sekali menulis artikel, sudah berapa artikel yang dihasilkan dalam setahun? Sudah berapa poin yang telah dikumpulkan untuk syarat pengangkatan jabatannya?
Di balik suksesnya acara seminar tersebut, saya sempat dibuat terperangah oleh salah seorang peserta yang menghampiri, ketika acara telah selesai. Beliau mengatakan seakan-akan mewakili mereka yang hadir: “Walah, kami ini bukannya tidak bisa menulis, bukannya takut menulis, bukannya malas, tapi kami tidak sempat menulis, karena kami mengajar dan banyak tugas (ssssstt… ini kan hanya alasan, ya?). Kenapa susah-susah menulis, serahkan saja sama orang lain dan kami naik pangkat?”
Sah-sah saja jika kita menyuruh orang lain untuk menyiapkan bahan-bahan atau literatur yang akan dijadikan tema serta menuliskannya untuk kita, asalkan yang disuruh mau. Tetapi hendaknya ide-ide atau gagasan-gagasan itu benar-benar dari kita dan kita sendiri yang mengeksplorasi. Kita bisa mengeksplorasi ide atau gagasan secara lisan untuk kemudian ditulis oleh orang suruhan kita. Segampang itu. Jika kita membaca buku Edy Zaqeus di atas, kita bisa mendapatkan berbagai cara atau alternatif dalam hal tulis-menulis.
Jika kita menyuruh orang lain menulis dari ide, gagasan atau tema sampai pengembangannya, bukankah keprofesionalan kita patut dipertanyakan? Justru yang professional adalah orang suruhan kita. Sementara, kita hanya mendapatkan pangkat dan kenaikan gaji dengan kemampuan yang penuh tanda tanya, bukan? Wah, apa kata dunia?
Taruhlah kita mengalami perubahan finansial dengan kenaikan pangkat dan gaji, tetapi tingkat keprofesionalan kita tidak berubah. Dan, saya percaya nanti kita akan mengalami seleksi alam, bukannya mengalami perubahan hidup lebih baik, tetapi kemunduran yang didapat. Jika ini yang terjadi, berarti kita tidak sungguh-sungguh belajar tentang kebenaran atau yang kita pelajari bukan kebenaran. Karena, uang akan cepat habis, sementara ilmu dan keprofesionalan kita…? Dan, nasehat dari Guru Andrias hanya numpang lewat saja jadinya.


selengkapnya..
 

Mengenai Saya

Foto saya
AKU ADALAH SEORANG PENGEMBARA KATA-KATA